Bekam atau cupping therapy merupakan metode pengobatan klasik yang telah digunakan ribuan tahun di berbagai tradisi penyembuhan dunia, seperti Thibbun Nabawi, Pengobatan Timur, Ilmu Akupunktur, dan Ayurveda. Dalam konteks ini, bekam bukan hanya proses mengeluarkan darah kotor, tetapi bagian dari sistem terapi yang menyeluruh dan terstruktur, menyasar akar penyakit berdasarkan energi tubuh, keseimbangan panas-dingin, kekuatan Qi dan darah, serta kondisi organ dalam.
Di Indonesia, terapi bekam banyak digunakan untuk keluhan seperti pegal-pegal, migrain, hipertensi, kolesterol, hingga gangguan saraf. Namun, tidak sedikit yang merasakan lemas, loyo, atau bahkan pusing setelah menjalani terapi bekam. Apakah ini wajar? Apakah bekam berbahaya?
Jawabannya: tidak berbahaya jika dilakukan dengan benar, sesuai dengan kaidah diagnosa dalam ilmu pengobatan klasik, bukan berdasarkan standar medis konvensional seperti tekanan darah atau suhu tubuh semata.
Bekam Bukan Sekadar Sedot Darah: Pentingnya Diagnosa Energi
Banyak kesalahpahaman dalam praktik bekam modern, terutama ketika diagnosa hanya dilakukan berdasarkan alat medis seperti tensimeter (pengukur tekanan darah), termometer, atau parameter laboratorium. Dalam Thibbun Nabawi, Akupunktur, dan Ayurveda, pendekatan ini tidak cukup.
Diagnosa yang benar harus mempertimbangkan:
Melalui observasi (melihat warna wajah, lidah, dan mata), auskultasi (mendengar suara napas dan suara pasien), palpasi (meraba nadi dan meridian), dan wawancara keluhan, terapis dapat menilai apakah pasien layak dibekam dan teknik apa yang paling tepat? bekam kering, bekam basah, atau bahkan kombinasi dengan akupunktur.
Mengapa Badan Terasa Loyo Setelah Bekam? Ini 3 Kemungkinan Utama
1. Diagnosa yang Tidak Sesuai Kaidah Pengobatan Tradisional
Jika pasien dalam kondisi defisiensi energi (Qi Xu) atau kekurangan darah (Xue Xu), maka melakukan bekam basah dapat memperburuk kelemahan tersebut. Justru yang dibutuhkan adalah penguatan energi terlebih dahulu melalui herbal, terapi pemanasan, atau akupunktur.
Jika bekam basah tetap dilakukan, tubuh akan semakin kehabisan energi, dan efeknya bisa berupa lemas, pusing, keringat dingin, bahkan pingsan.
2. Jumlah Titik Terlalu Banyak atau Lokasi Tidak Sesuai
Prinsip pengobatan klasik adalah sedikit namun tepat. Bekam yang dilakukan secara berlebihan terlalu banyak titik, terlalu sering, atau terlalu kuat hisapan, bisa menyebabkan tubuh kehabisan tenaga. Terutama bila titik-titik bekam tidak sesuai dengan jalur meridian, atau justru mengenai titik-titik yang tidak cocok untuk kondisi pasien saat itu.
Hal ini bisa mengganggu sirkulasi energi dan menyebabkan:
-
Penurunan daya tahan tubuh
-
Rasa berat pada tubuh
-
Gangguan sirkulasi darah dan energi di area tertentu
-
Kelelahan berkepanjangan
3. Kondisi Tubuh Tidak Siap atau Terlalu Kenyang Saat Bekam
Salah satu prinsip dalam Thibbun Nabawi adalah melakukan bekam dalam keadaan perut kosong atau lapar ringan. Jika dilakukan dalam keadaan kenyang, proses pencernaan akan terganggu, energi akan terbagi, dan tubuh bisa mengalami gejala:
-
Mual dan muntah
-
Perut terasa begah
-
Pusing atau lemas
-
Bahkan kehilangan kesadaran
Oleh karena itu, bekam sebaiknya dilakukan sekitar 2–3 jam setelah makan ringan, bukan setelah makan besar. Kondisi ini memudahkan tubuh merespons terapi dengan baik dan tidak membebani organ pencernaan.
Apakah Bekam Bisa Dilakukan pada Malam Hari?
Banyak pasien bertanya: "Apakah bekam boleh dilakukan malam hari?" Jawabannya adalah: boleh, asalkan sesuai dengan hasil diagnosa tradisional.
Secara umum, waktu terbaik untuk bekam adalah pagi hingga menjelang siang, karena energi tubuh masih kuat, sirkulasi darah optimal, dan metabolisme belum terlalu berat. Namun dalam kondisi tertentu terutama jika pasien mengalami sindrom panas (Re) bekam malam hari justru dianjurkan.
✅ Bekam cocok untuk:
-
Pasien dengan keluhan panas berlebih
-
Insomnia karena gangguan hati atau jantung
-
Nyeri kepala akibat tekanan darah atau stres
-
Peradangan akut atau stagnasi darah panas
❌ Tidak Disarankan Bekam Jika:
-
Pasien dalam kondisi lemah, defisiensi energi (Qi Xu) atau defisiensi darah (Xue Xu)
-
Wajah pucat, suara pelan, dan denyut nadi lemah
-
Mengalami kelelahan kronis atau mudah lelah berkepanjangan
Catatan:
Mengenai apakah boleh berbekam saat berpuasa, silakan baca artikel selengkapnya di sini:
Dampak Negatif Akupunktur saat Berpuasa
Dalam kondisi seperti ini, terapi alternatif seperti akupunktur, moksibusi, herbal, atau bekam kering dan bekam api lebih dianjurkan. Ini juga berlaku di waktu lainnya seperti pagi, siang ataupun sore hari.
Anda seorang Terapis ? Sebelum terapi bekam, penting pahami dasar diagnosa.
Yuk pelajari konsep YinYang—dasar keseimbangan tubuh yang juga dikenal sebagai Haroroh & Ruthubah dalam Thibbun Nabawi.
👉 Ikuti kelas onlinenya di sini
Belajar dari akar ilmunya, biar terapimu makin tepat dan bermanfaat! ✅
Kesimpulan: Bekam Harus Berdasarkan Ilmu, Bukan Tren
Bekam adalah terapi yang luar biasa bila dilakukan sesuai dengan kaidah diagnosa yang benar dalam pengobatan klasik, baik Thibbun Nabawi, Akupunktur, maupun Ayurveda. Terapi ini bukan sekadar “sedot darah”, tetapi bagian dari sistem penyembuhan holistik yang mempertimbangkan energi, organ, darah, dan keseimbangan tubuh.
Rasa lemas atau loyo setelah bekam bukanlah kesalahan dari bekam itu sendiri, tetapi tanda bahwa:
-
Diagnosa belum tepat
-
Teknik terapi tidak sesuai dengan kondisi tubuh
-
Terlalu banyak titik bekam
-
Dilakukan dalam keadaan kenyang atau tubuh defisiensi
Dengan diagnosa yang benar, waktu yang tepat, dan teknik yang sesuai, bekam dapat menjadi terapi yang sangat bermanfaat, tidak hanya untuk mengurangi gejala, tetapi juga mengembalikan keseimbangan tubuh secara menyeluruh.
2 komentar
Terma kasih untuk penulis semoga berkah dan memberkahi