Setiap manusia pasti pernah mengalami sakit. Itu adalah bagian dari sunnatullah, sebuah ujian dari Allah untuk menguji kesabaran, menguatkan iman, sekaligus menjadi penghapus dosa. Islam tidak melarang umatnya untuk berobat. Bahkan, Islam menganjurkan agar umatnya mencari kesembuhan melalui jalan-jalan yang dibenarkan syariat.
Namun dalam praktiknya, banyak orang—baik karena kurangnya ilmu atau karena tergesa-gesa ingin sembuh—terjerumus ke dalam cara-cara berobat yang keliru bahkan membahayakan akidah. Tulisan ini hadir untuk membimbing dan mengingatkan, agar kita tidak hanya mencari sembuh secara fisik, tetapi juga tetap menjaga hati dan iman tetap dalam lindungan Allah SWT.
Mengapa Berobat Harus Sesuai Syariat?
Dalam ajaran Islam, manusia diciptakan dengan empat fitrah utama yang saling berkaitan dan memengaruhi satu sama lain, yaitu: Qolbun (hati), Akal (pikiran), Nafsu (keinginan), dan Jasmani (tubuh fisik). Keempatnya bekerja secara harmonis dalam keseharian kita, termasuk dalam proses menerima penyakit dan ikhtiar untuk sembuh.
1. Qolbun (Hati)
Qolbun bukan hanya sekadar jantung secara fisik, tetapi pusat keimanan, keyakinan, dan perasaan spiritual seseorang. Ketika seseorang sakit, hatinya bisa melemah karena perasaan sedih, takut, atau cemas. Sebaliknya, hati yang kuat dan berserah kepada Allah bisa menjadi sumber kekuatan untuk tetap optimis dan sabar menghadapi penyakit. Maka dari itu, menjaga kebersihan hati dan keikhlasan sangat penting dalam proses kesembuhan.
2. Akal (Pikiran)
Akal adalah anugerah yang memungkinkan manusia berpikir, memahami, dan mengambil keputusan. Dalam kondisi sehat, akal mampu menimbang mana pengobatan yang benar dan sesuai syariat. Namun ketika tubuh sakit, kemampuan berpikir pun bisa terpengaruh—orang bisa mudah panik, tidak rasional, atau mudah terjerumus dalam pengobatan yang salah. Oleh karena itu, sangat penting menjaga akal tetap jernih dengan ilmu dan bimbingan agama.
3. Nafsu (Keinginan)
Nafsu berkaitan dengan dorongan-dorongan dalam diri manusia, baik yang positif seperti semangat hidup maupun yang negatif seperti putus asa atau ketergantungan pada hal-hal yang dilarang. Saat sakit, nafsu bisa melemah atau malah menjadi liar, misalnya timbul keinginan untuk cepat sembuh dengan cara yang tidak halal. Islam mengajarkan agar kita menundukkan nafsu dan menjadikannya selaras dengan kehendak Allah.
4. Jasmani (Tubuh Fisik)
Tubuh adalah wadah dari ketiga unsur di atas. Ketika tubuh sakit, otomatis akan memengaruhi hati, akal, dan nafsu. Badan yang lemah bisa membuat seseorang mudah tersinggung, cepat menyerah, bahkan tergoda untuk menempuh jalan pintas demi kesembuhan. Namun jika jasmani dijaga dengan baik—dengan makan yang halal, olahraga, dan pengobatan yang sesuai syariat—maka akan menguatkan pula unsur jiwa lainnya.
Keempat unsur ini saling berkaitan erat. Ketika satu terganggu, maka yang lain ikut terdampak. Contohnya, tubuh yang sakit bisa memengaruhi suasana hati, dan sebaliknya, penyakit hati (seperti iri, dengki, putus asa) bisa menimbulkan gangguan fisik. Karena itu, berobat yang hanya berorientasi pada fisik tanpa melibatkan aspek ruhiyah akan terasa timpang dan tidak menyeluruh.
Di sinilah pentingnya berobat dengan tetap menjaga akidah dan mengikuti rambu-rambu Islam. Jangan sampai kita sembuh secara lahiriah, namun hati kita rusak karena kesyirikan atau dosa lainnya.
Berikut 5 Kesalahan Berobat yang Perlu Diwaspadai dalam Islam
1. Meyakini Obat atau Terapi sebagai Sumber Kesembuhan
Ini adalah kesalahan yang paling mendasar, tapi paling sering terjadi.
Banyak orang yang secara tidak sadar berkata,
“Saya sembuh karena obat ini.”
“Terapi itu manjur banget, langsung sembuh!”
Kalimat seperti ini, jika tidak disertai dengan kesadaran bahwa Allah-lah yang menyembuhkan, bisa menjadi bentuk penyimpangan akidah.
Firman Allah:
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku.”
(QS. Asy-Syu’ara: 80)
Obat, terapi, dokter, atau herbal hanyalah perantara (wasilah). Hakikatnya, hanya Allah yang memberi izin atas datangnya kesembuhan. Maka, luruskan niat dan keyakinan sejak awal agar ikhtiar berobat tidak menjadi musibah akidah.
2. Berobat kepada Orang yang Tidak Kompeten dalam Ilmu Pengobatan
Saat kita mengalami masalah hukum, kita mencari pengacara. Saat ingin memperbaiki rumah, kita mencari tukang bangunan. Maka, mengapa saat sakit, kita malah datang ke orang yang tidak mengerti pengobatan?
Banyak orang tergiur dengan testimoni, “katanya manjur”, “katanya bisa menyembuhkan”, tanpa mengecek apakah orang tersebut memiliki ilmu, pengalaman, dan pengetahuan yang sahih.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.”
(HR. Bukhari)
Dalam Islam, keahlian (kafa'ah) sangat dijunjung tinggi. Berobatlah kepada yang memang ahlul ilmi dalam bidangnya. Jika ia seorang terapis, pastikan ia belajar secara serius dan memahami prinsip-prinsip pengobatan yang sesuai syariat.
3. Berobat kepada Dukun atau Praktisi yang Menyimpang dari Syariat
Salah satu kesalahan terbesar dalam berobat adalah mendatangi dukun, paranormal, atau orang-orang yang mempraktikkan perdukunan, sihir, atau ramalan.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barangsiapa mendatangi dukun lalu membenarkan ucapannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ.”
(HR. Ahmad, Abu Dawud)
Dukun seringkali mencampur praktik pengobatan dengan mantra, pemujaan jin, penggunaan jimat, atau benda-benda mistik lainnya. Ini sangat bertentangan dengan Islam dan dapat merusak akidah.
Bahkan, berobat kepada orang yang bodoh terhadap agama, walaupun kelihatannya “Islamik”, tetap berisiko karena mereka bisa saja:
-
Menggunakan barang-barang yang haram
-
Membuka aurat pasien tanpa syarat darurat yang dibenarkan
-
Memberikan saran yang bertentangan dengan syariat
4. Meyakini Kekuatan Benda Bertuah, Tempat Keramat, atau Tokoh “Sakti”
Sebagian orang percaya bahwa kesembuhan bisa datang dari:
-
Batu akik bertuah
-
Air dari gua keramat
-
Pusaka peninggalan leluhur
-
Tokoh spiritual yang bisa “menarik penyakit”
Padahal, semua keyakinan seperti ini bertentangan dengan tauhid.
“Barangsiapa menggantungkan jimat, maka sungguh ia telah berbuat syirik.”
(HR. Ahmad)
Benda mati, tempat, atau manusia biasa tidak memiliki kekuatan apapun kecuali atas izin Allah. Maka jangan sampai karena ingin sembuh cepat, kita malah mempercayai hal-hal yang justru mempercepat kerusakan iman.
5. Berputus Asa Saat Belum Sembuh
Proses penyembuhan sering kali memakan waktu. Namun ada sebagian orang yang ketika belum juga sembuh, mulai berburuk sangka kepada Allah, bahkan menyalahkan takdir.
“Saya sudah berobat ke mana-mana tapi tetap sakit.”
“Allah nggak adil!”
“Lebih baik mati saja!”
Ucapan seperti ini berbahaya. Ini menunjukkan putus asa dari rahmat Allah, padahal itu adalah dosa besar.
Firman Allah:
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah hanyalah orang-orang kafir.”
(QS. Yusuf: 87)
Allah telah menjanjikan bahwa setiap kesulitan akan disertai kemudahan:
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
(QS. Al-Insyirah: 5-6)
Dan jangan lupa, ujian sakit juga bisa menjadi penghapus dosa:
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu kelelahan, penyakit, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya karenanya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Penutup: Sehat dengan Iman, Sembuh dengan Tauhid
Sahabat Terapi Jarum, berobat bukan hanya soal obat dan terapi. Tapi soal niat, keyakinan, dan bagaimana kita menjaga hati tetap bertawakal kepada Allah. Jangan sampai karena ingin sembuh, kita malah menyimpang dari jalan yang diridhai-Nya.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya…”
(QS. Al-Baqarah: 286)
Mari kita jadikan proses berobat sebagai wasilah untuk mendekat kepada Allah, memperbaiki diri, dan membersihkan hati. Semoga Allah selalu memberikan kita kesehatan lahir batin, dijauhkan dari penyakit hati dan fisik, serta dimudahkan segala urusan.
Aamiin ya Rabbal ‘alamin.
Tidak ada komentar